Netanyahu Tuduh Pemimpin Inggris, Prancis, dan Kanada Berpihak pada Hamas: Retorika Politik atau Realita Diplomatik?
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali mencapai titik didih. Dalam salah satu pernyataan paling kontroversialnya, Benjamin Netanyahu menuduh pemimpin tiga negara Barat—Rishi Sunak (Inggris), Emmanuel Macron (Prancis), dan Justin Trudeau (Kanada)—telah bersikap memihak kepada Hamas, kelompok militan yang menguasai Jalur Gaza.
Pernyataan tersebut tidak hanya mengejutkan publik internasional, tetapi juga dianggap sebagai pukulan terhadap hubungan historis Israel dengan sekutu-sekutu utamanya. Ketiganya adalah negara-negara yang selama ini dikenal sebagai pendukung kuat hak Israel untuk membela diri, sekaligus penyeimbang dalam konflik Israel-Palestina. Lalu, apa yang mendorong Netanyahu mengeluarkan tuduhan seberat itu?
2. Latar Belakang Eskalasi Konflik: Titik Didih Baru di Gaza
Sejak pecahnya konflik besar terbaru antara Israel dan Hamas, ribuan nyawa telah melayang. Serangan roket dari Gaza dan bombardir udara dari Israel berlangsung selama berminggu-minggu. Korban sipil—terutama anak-anak dan perempuan di Gaza—terus meningkat, memicu gelombang kritik internasional terhadap tindakan militer Israel yang dianggap tidak proporsional.
Sementara itu, Netanyahu dan pemerintahan sayap kanan di Israel terus menegaskan bahwa operasi militer ini adalah bagian dari “hak membela diri” melawan terorisme. Mereka menuduh Hamas menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia dan menyimpan senjata di lokasi sipil seperti rumah sakit dan sekolah.
Namun, tekanan dari masyarakat internasional mulai memuncak. Tiga pemimpin Barat, yakni Inggris, Prancis, dan Kanada, dalam pernyataan bersama menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan” dan “perlindungan terhadap warga sipil Gaza.” Hal inilah yang membuat Netanyahu bereaksi keras.

3. Isi Pernyataan Netanyahu: Kritik Tajam dan Tuduhan Berbahaya
Dalam konferensi pers di Tel Aviv dan juga dalam unggahan media sosial resmi, Netanyahu menyatakan bahwa:
“Ketika Anda menyerukan kepada Israel untuk menghentikan perangnya melawan terorisme, saat itu Anda sedang berpihak pada Hamas. Ketika Anda mengutuk Israel lebih keras daripada Hamas, Anda bukan lagi netral. Anda telah memilih pihak.”
Ia juga menambahkan bahwa negara-negara Barat telah “tersandera oleh opini publik yang dipengaruhi narasi palsu” dan “mengabaikan realitas terorisme yang dihadapi Israel setiap hari.”
Tuduhan tersebut langsung menuai reaksi keras dari ketiga negara yang disebut.
4. Respons Internasional: Kecaman, Klarifikasi, dan Ketegangan Diplomatik
Inggris:
Kantor Perdana Menteri Rishi Sunak menyatakan bahwa “perdamaian dan keselamatan di Timur Tengah tidak bisa dicapai dengan mengorbankan warga sipil.” Namun, Inggris tetap menegaskan bahwa Hamas adalah organisasi teroris dan mendukung hak Israel membela diri.
Prancis:
Emmanuel Macron dalam wawancara media menyebut tuduhan Netanyahu sebagai “tidak berdasar dan berbahaya.” Ia menegaskan bahwa Prancis mendukung dua negara yang hidup berdampingan secara damai, serta menyerukan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional.
Kanada:
Justin Trudeau mengatakan bahwa pemerintahnya “terkejut” atas pernyataan Netanyahu. Ia menegaskan bahwa seruan gencatan senjata tidak berarti mendukung terorisme, melainkan mendukung nilai-nilai kemanusiaan.
5. Hubungan Israel-Barat: Dari Harmoni ke Ketegangan
Hubungan Israel dengan negara-negara Barat seperti Inggris, Prancis, dan Kanada selama ini cukup erat. Mereka secara historis merupakan mitra dagang, sekutu militer, dan pendukung diplomatik di forum internasional.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah pemerintahan Netanyahu kembali memimpin dengan koalisi sayap kanan ultra-nasionalis, hubungan ini mulai merenggang. Beberapa kebijakan domestik Israel, seperti reformasi peradilan dan ekspansi pemukiman di Tepi Barat, menuai kritik dari Barat.
Tuduhan Netanyahu terhadap sekutu tradisional ini bisa jadi mempercepat keretakan hubungan tersebut.
6. Politik Dalam Negeri Israel: Tekanan terhadap Netanyahu
Tuduhan ini juga tidak bisa dilepaskan dari konteks politik dalam negeri Israel. Netanyahu menghadapi tekanan dari dua sisi:
- Koalisi Politik Sayap Kanan:
Kelompok-kelompok seperti Otzma Yehudit dan Shas mendesak tindakan militer yang lebih agresif terhadap Gaza. Netanyahu mungkin menggunakan retorika keras terhadap negara Barat untuk menunjukkan ketegasan. - Protes Publik:
Di dalam negeri, gelombang protes terhadap pemerintah Netanyahu semakin kuat, termasuk dari keluarga tentara Israel yang ditawan Hamas. Mereka menuntut gencatan senjata demi menyelamatkan sandera.
Dalam konteks ini, menuding pemimpin Barat sebagai “pendukung Hamas” bisa jadi merupakan strategi Netanyahu untuk mengalihkan tekanan publik ke musuh eksternal.
7. Pandangan Analis: Antara Realpolitik dan Retorika Populis
Beberapa analis melihat pernyataan Netanyahu sebagai bentuk populisme diplomatik.
“Netanyahu sedang memainkan narasi ‘kami melawan dunia’ untuk memperkuat basis nasionalisnya di dalam negeri,” ujar seorang profesor hubungan internasional dari Hebrew University.
Di sisi lain, ada pula yang menilai bahwa tuduhan tersebut bisa membahayakan posisi Israel di panggung internasional, terutama di forum seperti PBB dan Uni Eropa.
8. Reaksi Dunia Islam: Kesempatan untuk Menekan Israel?
Dunia Islam merespons dengan berbagai cara. Negara seperti Turki dan Iran memanfaatkan pernyataan ini untuk semakin menekan Israel di forum internasional. Bahkan beberapa negara yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel, seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain, mulai menyuarakan keprihatinan mendalam atas tindakan Israel di Gaza.
Arab Saudi, yang sebelumnya dirumorkan akan menormalisasi hubungan dengan Israel, kini menunda proses tersebut dan menuntut gencatan senjata penuh sebagai syarat.
9. Media Internasional dan Opini Publik: Perang Narasi yang Semakin Tajam
Di media sosial dan media mainstream, pernyataan Netanyahu menimbulkan efek domino. Tagar seperti #StandWithGaza dan #StopIsraeliApartheid kembali trending. Sementara itu, kelompok pro-Israel memperkuat kampanye bahwa Barat “munafik” karena tidak memberikan dukungan penuh saat Israel diserang.
Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya perang narasi dalam konflik modern. Tidak cukup hanya menang secara militer, dukungan moral dan politik dari dunia internasional sangat menentukan legitimasi jangka panjang.
10. Implikasi Jangka Panjang: Apakah Sekutu Israel Akan Menjauh?
Jika ketegangan ini berlanjut, ada risiko nyata bahwa Israel akan kehilangan sebagian pengaruh diplomatiknya di Barat. Beberapa kemungkinan jangka panjang:
- Pengurangan bantuan militer dan logistik dari beberapa negara.
- Penurunan dukungan politik di PBB dan forum internasional lainnya.
- Kebangkitan dukungan terhadap Palestina di kalangan politisi Barat, terutama generasi muda.
- Pemilu mendatang di negara-negara Barat bisa membawa pemimpin yang lebih kritis terhadap Israel.
11. Haruskah Dunia Khawatir?
Konflik Israel-Palestina sudah lama menjadi sumber instabilitas regional. Ketika ketegangan ini meluas ke jalur diplomasi dan menimbulkan keretakan antara sekutu, potensi eskalasi semakin besar.
Selain risiko militer, dunia juga menghadapi risiko:
- Krisis pengungsi yang meningkat dari Gaza.
- Instabilitas politik di negara-negara Timur Tengah.
- Keterlibatan kekuatan besar seperti AS, Rusia, dan Cina secara lebih langsung.
12. Kesimpulan: Tuduhan Berani di Tengah Ketidakpastian Global
Pernyataan Benjamin Netanyahu yang menuduh pemimpin Inggris, Prancis, dan Kanada berpihak pada Hamas adalah salah satu momen penting dalam sejarah diplomasi modern.
Baca Juga : Istana Soal Desakan Menkes Budi Gunadi Dicopot: Kita Dengarkan Aspirasi Masyarakat